Morfofonemik
(Chaer,
2008 : 43) menjelaskan bahwa “Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau
morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan
fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses
reduplikasi, maupun proses komposisi”. Morfofonemik mempelajari
perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan
morfem lain (Ramlan, 1985:75). Menurut (Sumadi, 2010:140) “Morfofonemik ialah
“perubahan fonem” yang terjadi akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem
yang lain”. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Zaenal Arifin dan Junaiyah
(2009:16) “Morfofonemik ialah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain
sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan”.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa morfofonemik adalah kajian mengenai perubahan bunyi yang diakibatkan
oleh proses morfologi.
Berikut ini akan
dibahas beberapa jenis perubahan fonem dan bentuk-bentuk morfofonemik pada
beberapa proses morfologi, antara lain :
A.
Jenis Perubahan
Dalam bahasa
Indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses morfologi
ini. Diantaranya adalah proses :
§ Pemunculan
fonem, yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang pada mulanya
tidak ada. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca akan
memunculkan bunyi sengau [m] yang semula tidak ada.
§ Pelepasan fonem,
yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam proses
pengimbuhan prefiks ber- dilesapkan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran”
wan pada dasar sejarah, maka fonem /h/ pada dasar sejarah itu dilesapkan.
Contoh lain, dalam proses pengimbuhan “akhiran” –nda pada dasar anak, maka
fonem /k/ pada dasar itu menjadi lesap atau dihilangkan.
§ Peluluhan fonem,
yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu
proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat,
maka fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem
nasal /ny/ yang ada pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses pengimbuhan
prefiks pe-.
§ Perubahan fonem,
yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya
proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar
terjadi perubahan bunyi, dimana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/.
§ Pergeseran
fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku
kata yang lainnya. Umpamanya, dalam pengimbuhan sufiks –i pada dasar lompat,
terjadi pergeseran dimana fonem /t/ yang semula berada pada suku kata pat
menjadi berada pada suku kata ti.
B.
Morfofonemik
dalam Pembentukan Kata Bahasa Indonesia
Morfofonemik
dalam pembentukan kata bahasa Indonesia terutama terjadi dalam proses afiksasi.
Dalam proses reduplikasi dan komposisi hampir tidak ada. Dalam proses afiksasi
pun terutama, hanya dalam prefiksasi ber-, prefiksasi me-, prefiksasi pe-,
prefiksasi per-, konfiksasi pe-an, konfiksasi per-an, dan sufiksasi –an.
a)
Prefikasi
ber-
Morfofonemik
dalam proses pengimbuhan prefiks ber- berupa : pelepasan fonem /r/ pada prefiks
ber- itu, perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- itu menjadi fonem /l/, dan
pengekalan fonem /r/ yang terdapat prefiks ber- itu.
§ Pelepasan fonem
/r/ pada prefiks ber- itu terjadi apabila bentuk dasar yang diimbuhi mulai
dengan fonem /r/, atau suku pertama bentuk dasarnya berbunyi [er].
§ Perubahan fonem
/r/ pada prefiks ber- menjadi fonem /l/ terjadi bila bentuk dasarnya akar ajar,
tidak ada contoh lain.
§ Pengekalan fonem
/r/ pada prefiks ber- tahap /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang ada
pada (1) dan (2) di atas.
b)
Prefiksasi
me- (termasuk klofiks me-kan dan me-i).
Morfofonemik
dalam proses pengimbuhan dengan prefiks me- dapat berupa pengekalan fonem,
penambahan fonem, dan peluluhan fonem.
§ Pengekalan fonem
disini artinya tidak ada fonem yang berubah, tidak ada yang dilepaskan dan
tidak ada yang ditambahkan. Hal ini terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan
konsonan /r, l, w, m, n, ng, dan ny/.
§ Penambahan
fonem, yakni penambahan fonem nasal /m, n, ng, dan nge/. Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk
dasarnya dimulai dengan konsonan /b/ dan /f/.
§ Peluluhan fonem
terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan
bersuara /s, k, p, dan t/. Dalam hal ini konsonan /s/
diluluhkan dengan nasal /ny/, konsonan /k/ diluluhkan dengan nasal /ng/.
konsonan /p/ diluluhkan dengan nasal /m/, dan konsonan /t/ diluluhkan dengan
nasal /n/.
c)
Prefiksasi
pe- dan konfiksasi pe-an
Morfofonemik
dalam proses pengimbuhan dengan prefiks pe- dan konfiks pe-an sama dengan
morfofonemik yang terjadi dalam proses pengimbuhan dengan me-, yaitu pengekalan
fonem, penambahan fonem dan peluluhan fonem.
§ Pengekalan
fonem, artinya tidak ada perubahan fonem, dapat terjadi apabila bentuk dasarnya
diawali dengan konsonan /r, l, y, m, n, ng, dan ny/.
§ Penambahan
fonem, yakni penambahan fonem nasal /m, n, ng, dan nge/ antara prefiks dan
bentuk dasar. Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya
diawali oleh konsonan /b/.
§ Penambahan fonem
nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali oleh konsonan /d/.
§ Penambahan fonem
nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan /g, h, kh,
a, l, u, e, dan o/.
§ Penambahan fonem
nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya berupa bentuk dasar satu suku.
§ Peluluhan fonem,
apabila prefiks pe- (atau pe-an) diimbuhkan pada bentuk dasar yang diawali
dengan konsonan bersuara /s, k, p, dan t/. Dalam hal ini konsonan /s/
diluluhkan dengan nasal /ny/, konsonan /k/ diluluhkan dengan nasal /ng/,
konsonan /p/ nasal /n/.
d)
Perfiksasi
per- dan konfiksasi per-an
Morfofonemik
dalam pengimbuhan prefiks per- dan konfiks per-an dapat berupa pelepasan fonem
/r/ pada prefiks per- itu, perubahan fonem /r/ dari prefiks per-an itu menjadi
fonem /l/, dan pengekalan fonem /r/ tetap /r/.
§ Pelepasan fonem
/r/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem /r/ atau suku
pertamanya /er/.
§ Perubahan fonem
/r/ menjadi /l/ terjadi apabila bentuk dasarnya berubah kata ajar.
§ Pengekalan fonem
/r/ terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang disebabkan pada nomer 1 dan 2 di
atas.
e)
Sufiksasi
–an
Morfofonemik
dalam pengimbuhan sufiks –an dapat berupa permunculan fonem dan pergeseran
fonem.
§ Pemunculan
fonem, ada tiga macam fonem yang dimunculkan dalam pengimbuhan ini, yaitu fonem
/w/, fonem /y/, dan fonem glottal /?/. Pemunculan fonem /w/ dapat terjadi
apabila sufiks –an
§ Pergeseran
fonem, terjadi apabila sufiks –an itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang
berakhiran dengan sebuah konsonan. Dalam pergeseran ini, konsonan tersebut
bergeser membentuk suku kata baru dengan sufiks –an tersebut.
f)
Prefiksasi
ter-
Morfofonemik
dalam proses pengimbuhan dengan prefiks ter- dapat berupa pelepasan fonem /r/
dari prefiks ter- itu, perubahan fonem /r/ dari prfiks ter- itu menjadi fonem
/l/, dan pengekalan fonem /r/ itu.
§ Pelepasan fonem
dapat terjadi apabila prefiks ter- itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang
dimulai dengan konsonan /r/.
§ Perubahan fonem
/r/ pada prefiks ter- menjadi fonem /l/ terjadi apabila prefiks ter- itu
diimbuhkan pada bentuk dasar anjur.
§ Pengekalan fonem
/r/ pada prefiks ter- tetap menjadi /r/ apabila prefiks ter- itu diimbuhkan
pada bentuk dasar yang bukan disebutkan pada nomer 1 dan 2 diatas.
C.
Bentuk Bernasal
dan Tak Bernasal
Hadir dan
tidaknya bunyi nasal dalam pembentukan kata bahasa Indonesia sangat erat
berkaitan dengan tiga hal, yaitu :
Ø Kaitan dengan
tipe verba
Dalam bahasa
Indonesia ada empat macam tipe verba dalam kaitannya dengan proses nasalisasi.
a)
Verba
berprefiks me-, me-kan, dan me-i.
b)
Verba
berprefiks me- yang bentuk dasarnya berupa pangkal berafiks per-, per-kan, dan
per-i.
c)
Pembentukan
nomina pelaku berprefiks pe- dan nomina hal yang berkonfiks per-an tidak
memunculkan bunyi penasalan pada kita.
d)
Dan
ada sejumlah akar dalam bahasa Indonesia yang dapat diimbuhi prefiks ber- dan
juga prefiks me-.
Ø Kaitan dengan
upaya pembentukan istilah
Misalnya pada
kata petembak, petenis, peterjun.
Sebenarnya
menurut kaidah penasalan haruslah bernasal, tetapi sebagai istilah yang dibuat
secara analogi maka tidak diberi nasal.
Ø Kaitan dengan
upaya semantik
Untuk memberikan
makna tertentu bentuk yang seharusnya tidak bernasal diberi nasal. Contoh: mengkaji
à mengaji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar