Kamis, 12 Januari 2017

Morfofonemik

Morfofonemik
(Chaer, 2008 : 43) menjelaskan bahwa “Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi”. Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1985:75). Menurut (Sumadi, 2010:140) “Morfofonemik ialah “perubahan fonem” yang terjadi akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain”. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Zaenal Arifin dan Junaiyah (2009:16) “Morfofonemik ialah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa morfofonemik adalah kajian mengenai perubahan bunyi yang diakibatkan oleh proses morfologi.








Berikut ini akan dibahas beberapa jenis perubahan fonem dan bentuk-bentuk morfofonemik pada beberapa proses morfologi, antara lain :
A.    Jenis Perubahan
Dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses morfologi ini. Diantaranya adalah proses :
§  Pemunculan fonem, yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang pada mulanya tidak ada. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca akan memunculkan bunyi sengau [m] yang semula tidak ada.
§  Pelepasan fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks ber- dilesapkan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan pada dasar sejarah, maka fonem /h/ pada dasar sejarah itu dilesapkan. Contoh lain, dalam proses pengimbuhan “akhiran” –nda pada dasar anak, maka fonem /k/ pada dasar itu menjadi lesap atau dihilangkan.
§  Peluluhan fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat, maka fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem nasal /ny/ yang ada pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses pengimbuhan prefiks pe-.
§  Perubahan fonem, yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar terjadi perubahan bunyi, dimana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/.
§  Pergeseran fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku kata yang lainnya. Umpamanya, dalam pengimbuhan sufiks –i pada dasar lompat, terjadi pergeseran dimana fonem /t/ yang semula berada pada suku kata pat menjadi berada pada suku kata ti.

B.     Morfofonemik dalam Pembentukan Kata Bahasa Indonesia
Morfofonemik dalam pembentukan kata bahasa Indonesia terutama terjadi dalam proses afiksasi. Dalam proses reduplikasi dan komposisi hampir tidak ada. Dalam proses afiksasi pun terutama, hanya dalam prefiksasi ber-, prefiksasi me-, prefiksasi pe-, prefiksasi per-, konfiksasi pe-an, konfiksasi per-an, dan sufiksasi –an.
a)      Prefikasi ber-
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan prefiks ber- berupa : pelepasan fonem /r/ pada prefiks ber- itu, perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- itu menjadi fonem /l/, dan pengekalan fonem /r/ yang terdapat prefiks ber- itu.
§  Pelepasan fonem /r/ pada prefiks ber- itu terjadi apabila bentuk dasar yang diimbuhi mulai dengan fonem /r/, atau suku pertama bentuk dasarnya berbunyi [er].
§  Perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- menjadi fonem /l/ terjadi bila bentuk dasarnya akar ajar, tidak ada contoh lain.
§  Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ber- tahap /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang ada pada (1) dan (2) di atas.

b)      Prefiksasi me- (termasuk klofiks me-kan dan me-i).
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks me- dapat berupa pengekalan fonem, penambahan fonem, dan peluluhan fonem.
§  Pengekalan fonem disini artinya tidak ada fonem yang berubah, tidak ada yang dilepaskan dan tidak ada yang ditambahkan. Hal ini terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan /r, l, w, m, n, ng, dan ny/.
§  Penambahan fonem, yakni penambahan fonem nasal /m, n, ng, dan nge/. Penambahan  fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /b/ dan /f/.
§  Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan bersuara /s, k, p, dan t/. Dalam hal ini konsonan /s/ diluluhkan dengan nasal /ny/, konsonan /k/ diluluhkan dengan nasal /ng/. konsonan /p/ diluluhkan dengan nasal /m/, dan konsonan /t/ diluluhkan dengan nasal /n/.

c)      Prefiksasi pe- dan konfiksasi pe-an
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks pe- dan konfiks pe-an sama dengan morfofonemik yang terjadi dalam proses pengimbuhan dengan me-, yaitu pengekalan fonem, penambahan fonem dan peluluhan fonem.
§  Pengekalan fonem, artinya tidak ada perubahan fonem, dapat terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan /r, l, y, m, n, ng, dan ny/.
§  Penambahan fonem, yakni penambahan fonem nasal /m, n, ng, dan nge/ antara prefiks dan bentuk dasar. Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali oleh konsonan /b/.
§  Penambahan fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali oleh konsonan /d/.
§  Penambahan fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan /g, h, kh, a, l, u, e, dan o/.
§  Penambahan fonem nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya berupa bentuk dasar satu suku.
§  Peluluhan fonem, apabila prefiks pe- (atau pe-an) diimbuhkan pada bentuk dasar yang diawali dengan konsonan bersuara /s, k, p, dan t/. Dalam hal ini konsonan /s/ diluluhkan dengan nasal /ny/, konsonan /k/ diluluhkan dengan nasal /ng/, konsonan /p/ nasal /n/.

d)     Perfiksasi per- dan konfiksasi per-an
Morfofonemik dalam pengimbuhan prefiks per- dan konfiks per-an dapat berupa pelepasan fonem /r/ pada prefiks per- itu, perubahan fonem /r/ dari prefiks per-an itu menjadi fonem /l/, dan pengekalan fonem /r/ tetap /r/.
§  Pelepasan fonem /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem /r/ atau suku pertamanya /er/.
§  Perubahan fonem /r/ menjadi /l/ terjadi apabila bentuk dasarnya berubah kata ajar.
§  Pengekalan fonem /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang disebabkan pada nomer 1 dan 2 di atas.

e)      Sufiksasi –an
Morfofonemik dalam pengimbuhan sufiks –an dapat berupa permunculan fonem dan pergeseran fonem.
§  Pemunculan fonem, ada tiga macam fonem yang dimunculkan dalam pengimbuhan ini, yaitu fonem /w/, fonem /y/, dan fonem glottal /?/. Pemunculan fonem /w/ dapat terjadi apabila sufiks –an
§  Pergeseran fonem, terjadi apabila sufiks –an itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhiran dengan sebuah konsonan. Dalam pergeseran ini, konsonan tersebut bergeser membentuk suku kata baru dengan sufiks –an tersebut.

f)       Prefiksasi ter-
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks ter- dapat berupa pelepasan fonem /r/ dari prefiks ter- itu, perubahan fonem /r/ dari prfiks ter- itu menjadi fonem /l/, dan pengekalan fonem /r/ itu.
§  Pelepasan fonem dapat terjadi apabila prefiks ter- itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /r/.
§  Perubahan fonem /r/ pada prefiks ter- menjadi fonem /l/ terjadi apabila prefiks ter- itu diimbuhkan pada bentuk dasar anjur.
§  Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ter- tetap menjadi /r/ apabila prefiks ter- itu diimbuhkan pada bentuk dasar yang bukan disebutkan pada nomer 1 dan 2 diatas.

C.    Bentuk Bernasal dan Tak Bernasal
Hadir dan tidaknya bunyi nasal dalam pembentukan kata bahasa Indonesia sangat erat berkaitan dengan tiga hal, yaitu :
Ø  Kaitan dengan tipe verba
Dalam bahasa Indonesia ada empat macam tipe verba dalam kaitannya dengan proses nasalisasi.
a)      Verba berprefiks me-, me-kan, dan me-i.
b)      Verba berprefiks me- yang bentuk dasarnya berupa pangkal berafiks per-, per-kan, dan per-i.
c)      Pembentukan nomina pelaku berprefiks pe- dan nomina hal yang berkonfiks per-an tidak memunculkan bunyi penasalan pada kita.
d)     Dan ada sejumlah akar dalam bahasa Indonesia yang dapat diimbuhi prefiks ber- dan juga prefiks me-.

Ø  Kaitan dengan upaya pembentukan  istilah
Misalnya pada kata petembak, petenis, peterjun.
Sebenarnya menurut kaidah penasalan haruslah bernasal, tetapi sebagai istilah yang dibuat secara analogi maka tidak diberi nasal.
Ø  Kaitan dengan upaya semantik

Untuk memberikan makna tertentu bentuk yang seharusnya tidak bernasal diberi nasal. Contoh:  mengkaji   à    mengaji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar