A.
Klasifikasi
Morfem
§ Morfem Bebas dan
Morfem Terikat
Morfem
bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung
digunakan dalam pertuturan. Misalnya, morfem {pulang}, {makan}, {lari}, {rumah},
dan {baik} adalah termasuk kedalam morfem bebas. Kita dapat menggunakan
morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan
morfem lain. Morfem terikat adalah morfem yang harus digabung dulu dengan
morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia
adalah morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa
Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
a.
Bentuk-bentuk
seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat karena
bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam
pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Bentuk-bentuk
seperti itu lazim disebut bentuk prakategorial.
b.
Sehubungan
dengan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978)
bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk
prakategorial karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan ”pangkal” kata, sehingga
baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
c.
Bentuk-bentuk
seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul
dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga
termasuk morfem terikat. Karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka
bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
d.
Bentuk-bentuk
yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti dan, oleh, di, dan karena pada secara
morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk
terikat.
e.
Yang
disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya. Klitika
adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis
tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada
bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika -lah dalam bahasa
Indonesia.Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti,
seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah
klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti klitika –mu dan
-nya.
§ Morfem Utuh dan
Morfem Terbagi
Morfem
utuh secara fisik merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik
bebas maupun terikat, serta prefiks, infiks dan sufiks termasuk morfem utuh. Perbedaan
morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem
tersebut, merupakan satu kesatuan yang
utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi
morfem lain. Semua morfem dasar bebas adalah termasuk morfem utuh, seperti
meja, kursi, kecil, laut dan pintu. Begitu juga dengan sebagian morfem terikat,
seperti ter-, ber-, henti, dan juang. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang
terdiri atas dua buah bagian yang terpisah. Misalnya, pada kata kesatuan
terdapat satu morfem utuh, yaitu satu dan satu morfem terbagi, yakni ke-an.
Sama halnya dengan kata perbuatan terdiri atas satu morfem utuh, yaitu buat dan
satu morfem terbagi, yaitu per-an.
Sehubungan
dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia ada dua catatan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1.
Semua
afiks yang disebut konfiks seperti {ke-an}, {ber-an}, (per-an} dan {pe-an}
adalah termasuk morfem terbagi. Namun, bentuk {ber-an} bisa merupakan konfiks
seperti pada kata bermusuhan yang berarti saling memusuhi, tetapi bisa juga
bukan konfiks melainkan klofiks (akronim dari kelompok afiks), seperti pada
kata beraturan dan berpakaian.
2.
Dalam
bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks, yakni afiks yang disisipkan di
tengah morfem dasar. Misalnya, afiks {-er} pada kata gerigi, infiks {-el-} pada
kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata gemetar.
§ Morfem Segmental
dan Suprasegmental
Perbedaan
morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang
membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem
segmental yakni morfem yang berupa bunyi dan dapat disegmentasikan, seperti
morfem {lihat}, {-lah}, {sikat}, dan {ter-}. Jadi, semua morfem yang berwujud
bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem
yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi,
dan intonasi. Dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan morfem suprasegmental
tetapi dalam bahasa Cina, Thai dan Burma morfem tersebut ada.
§ Morfem
Beralomorf Zero
Dalam linguistik
deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya
berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi
segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa
“kekosongan”.
§ Morfem Bemakna
Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem
bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna
pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem
bermakna leksikal.Oleh karena itu, morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah
dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam
pertuturan.Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna
apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya
dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan
morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-},
{me-}, dan {ter-}.
Ada
satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai
makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatikal
berkategori sebagai preposisi dan konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk
preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun,
kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebasan
morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses
morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya
sebagai pembentuk kata.
B.
Morfem
dasar, pangkal dan akar
Sebuah
morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu
proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi,
bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem
lain dalam suatu proses morfologi.Istilah pangkal (stem) digunakan untuk
menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks
infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book.
Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau
(root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh
lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar