Kamis, 12 Januari 2017

KLASIFIKASI MORFEM DAN MORFEM DASAR, PANGKAL, AKAR



A.    Klasifikasi Morfem
§  Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Misalnya, morfem {pulang}, {makan}, {lari}, {rumah}, dan {baik} adalah termasuk kedalam morfem bebas. Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Morfem terikat adalah morfem yang harus digabung dulu dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
a.       Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi. Bentuk-bentuk seperti itu lazim disebut bentuk prakategorial.
b.      Sehubungan dengan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan ”pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
c.       Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
d.      Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti dan, oleh, di, dan karena pada secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
e.       Yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika -lah dalam bahasa Indonesia.Proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti klitika –mu dan -nya.

§  Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Morfem utuh secara fisik merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua morfem dasar, baik bebas maupun terikat, serta prefiks, infiks dan sufiks termasuk morfem utuh. Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut,  merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi morfem lain. Semua morfem dasar bebas adalah termasuk morfem utuh, seperti meja, kursi, kecil, laut dan pintu. Begitu juga dengan sebagian morfem terikat, seperti ter-, ber-, henti, dan juang. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri atas dua buah bagian yang terpisah. Misalnya, pada kata kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu satu dan satu morfem terbagi, yakni ke-an. Sama halnya dengan kata perbuatan terdiri atas satu morfem utuh, yaitu buat dan satu morfem terbagi, yaitu per-an.
Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia ada dua catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.      Semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-an}, {ber-an}, (per-an} dan {pe-an} adalah termasuk morfem terbagi. Namun, bentuk {ber-an} bisa merupakan konfiks seperti pada kata bermusuhan yang berarti saling memusuhi, tetapi bisa juga bukan konfiks melainkan klofiks (akronim dari kelompok afiks), seperti pada kata beraturan dan berpakaian.
2.      Dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks, yakni afiks yang disisipkan di tengah morfem dasar. Misalnya, afiks {-er} pada kata gerigi, infiks {-el-} pada kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata gemetar.

§  Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental yakni morfem yang berupa bunyi dan dapat disegmentasikan, seperti morfem {lihat}, {-lah}, {sikat}, dan {ter-}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan intonasi. Dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan morfem suprasegmental tetapi dalam bahasa Cina, Thai dan Burma morfem tersebut ada.
§  Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
§  Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal.Oleh karena itu, morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatikal berkategori sebagai preposisi dan konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun, kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebasan morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata.
B.     Morfem dasar, pangkal dan akar
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar